RSS

“Sambung Kembali” Dengan Berqurban


Sungguh kehidupan yang dilalui ini pastilah sulit, dan beban yang dipikul semakin berat. Tidak ada hasil yang sempurna jika yang dilakukan hanyalah omong kosong belaka. Suatu proses panjang yang akhirnya tidak bisa dipastikan, menjadi cerminan yang harus manusia siapkan. Persiapan itu sebenarnya sangatlah mudah, tetapi nilainya akan selalu berbeda di setiap orang yang melaksanakannya. Seperti apakah persiapan itu?  Mengapa nilainya selalu berbeda? Sungguh pertanyaan ini akan selalu membekas dihati, pertanyaan yang jawabannya hanya mengacu pada firman Allah SWT sebagai berikut “ Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena tuhanmu dan berqurbanlah, sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus” (QS: Al Kautsar 1-3).
Sebuah kalimat Allah yang tidak ada tandingannya, memberikan jawaban dari setiap permasalahan.  Allah telah memberikan kepada manusia berupa nikmat yang banyak. Disetiap detik manusia sebenarnya selalu diliputi nikmat Allah, hanya saja manusialah yang selalu berpaling dari- NYA. Nikmat tersebut diberikan Allah dengan alasan agar manusia selalu bersyukur, selalu berbagi, dan selalu menjaga. Nikmat mata untuk melihat seharusnya digunakan untuk hal kebaikan, begitu juga nikmat-nikmat Allah lainnya. Terlepas dari nikmat fisik, Allah juga memberikan kepada hambanya berupa nikmat rezeki, suatu nikmat yang apabila disedekahkan akan selalu bertambah. Nikmat rezeki (Baca: Kesempatan, harta, dsb) merupakan  ibarat dua mata koin yang saling berlawanan. Mengapa demikian? Karena disatu sisi mendatangkan kebaikan dan di sisi lain mendatangkan keburukan. Apabila seorang hamba orientasinya hanyalah menumpuk harta, maka celakalah dia. Sesuai dengan teguran Allah ”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (QS: At- Takatsur 1).
Ayat kedua dari firman Allah QS: Al Kautsar, mengajak hambanya untuk mendirikan sholat dan berqurban. Sebuah kata yang harus digaris bawahi yakni kata Sholat dan Berqurban. Kata sholat selalu digunakan dalam Al-Quran, karena sholat merupakan ibadah yang paling pokok, dan hal pertama yang dipertanggungjawabkan. Bahkan sebuah hadis menyatakan, akan diterima amalan seseorang apabila ia khusuk dalam sholatnya. Dan sholat juga merupakan kriteria utama dalam penentuan surga dan neraka. Lalu bagaimana dengan berqurban? Apa keutamaannya sehingga ditempatkan sesudah sholat? Berqurban merupakan ibadah kepada Allah dengan menyerahkan atau menyedekahkan harta benda untuk mencapai keridhoan Allah SWT. Pada umumnya berqurban memang diidentikan  dengan ”menyedekahkan” hewan ternak untuk disembelih kemudian dibagi-bagikan dagingnya. Berqurban memang hanya terjadi pada waktu ibadah haji, tetapi jika melihat pada cangkupan luas Allah tidak semata-mata mutlak menetapkan harus pada waktu itu .
Artinya, Allah selalu memberikan kesempatan kapan saja dalam melakukan ibadah tersebut. Karena pada intinya berqurban sama dengan bersedekah, sehingga barang yang disedekahkan bisa berupa uang, makanan, atau sekalipun tenaga. Allah sebagai pencipta hanya melihat keikhlasan hambanya, bukan benda fisik yang ia korbankan. Bila melihat sejarah timbulnya perintah berqurban (dalam skala luas), tentulah  harus mengacu pada cerita kedua putra Adam a.s, sebuah cerita yang bemula pada permasalahan Habil dan Qabil dalam perebutan jodoh dengan putri Adam yakni Iklimah (Kawin Silang). Meskipun sudah diputuskan menikah silang, sampai akhirnya Allah SWT mewahyukan agar kedua anak Adam, Habil dan Qabil melaksanakan Qurban untuk membuktikan siapa yang diterima. Ketika keduanya mempersembahkan  qurban, karena pekerjaannya sebagai pengembala ternak, Habil memberikan hewan ternaknya sebanyak mungkin dengan bobot yang besar, dan berhubung Qabil adalah seorang petani, maka ia hanya memberikan gandum dan buah-buahan  yang telah busuk.
Maka diterima salah seorang dari mereka berdua yakni Habil, dan tidak diterima dari yang lainnya yakni Qabil, karena ketidak-ikhlasan pengorbananya. Sebagai hamba Allah tentu sadar akan cerita ini, sebuah cerita yang mengajarkan bahwa pengorbanan tidak hanya dilihat dari benda fisik belaka. Pengorbanan untuk mencari ridho Allah hanya berlaku bagi mereka yang benar-benar teruji keikhlasannya. Keikhlasan hanya bisa dirasakan bagi mereka yang melakukan (Berqurban), sebuah rasa bahagia dan senang akan muncul di hati mereka serta menjadikan simpanan amal di hari ”kemudian”. Banyak orang berpikir bahwa menyedekahkan (berqurban) harta bendanya adalah sesuatu yang memberatkan, pasalnya karena mereka selalu mempertimbangkan keluaran yang disedekahkan tersebut. Andaikata mereka berpikiran bahwa sedekah (berqurban) adalah salah satu cara untuk menabung dan memperbanyak rezeki, maka tentulah nominal yang dikeluarkan tidak akan tanggung-tangung.
Bequrban memberikan kesempatan bagi manusia untuk ”belajar ikhlas” dan ”belajar berbagi”. Jika melihat catatan Nabi Ibrahim dan Ismail, tentu tidak diragukan lagi bagaimana keikhlasan mereka. Seorang ayah (Ibrahim) yang karena Allah rela mengorbankan anak (Ismail) satu-satunya, walaupun diakhir pengorbanannya Allah gantikan dengan kambing gibas. Perjuangan yang tak kenal lelah untuk melawan hawa nafsu bisa beliau (Ibrahim) hadapi, kisah ini barang kali tidak bisa ditiru oleh orang kebanyakan. Jika ada kesempatan bagi kita tentulah banyak diantaranya berpikir dua kali, ”bagaimana mungkin mengorbankan (menyembelih) anak sendiri?”, mungkin ini kalimat tolakan tersebut.
Sebuah pertanyaan baru muncul, mengapa berqurban diidentikan dengan penyembelihan binatang ternak? Dan mengapa kebanyakan dari mereka (terutama orang kaya) yang melakukannya? Jawaban tersebut tentulah kita tahu, bahwa berqurban (terutama dalam bentuk penyembelihan) adalah ibadah yang ditentukan oleh Allah SWT (terutama bagi yang mampu). Artinya ibadah tersebut memang harus dilakukan oleh umat muslim sedunia. Jika melihat hakikat berqurban, maka sudah pasti berqurban merupakan sarana untuk saling berbagi dan saling merasakan. Di belahan bumi ini tidak menutup kemungkinan masih adanya kaum muslimin yang belum atau sangat jarang mengkonsumsi daging ternak. Oleh sebab itu dengan adanya ibadah Qurban tersebut maka sarana silahturahim akan tetap terjaga.
Pada hakikatnya Allah hanya menerima ibadah Qurban bagi mereka yang benar- benar ikhlas, dan mengenai keiklasan ini hanya Allah yang tahu. Berqurban tidak sekedar mengalirkan darah binatang ternak, tidak hanya memotong hewan qurban, namun lebih dari itu, berqurban berarti ketundukan total terhadap perintah-perintah Allah SWT dan sikap menghindar dari hal-hal yang dilarangnya. Bahkan  Rasulullah SAW memerintahkan berqurban dengan bahasa yang tegas dan lugas bahkan disertai ancaman. Ancaman untuk tidak dekat-dekat dengan tempat sholat atau dengan istilah lain tidak diakui menjadi umat Muhammad SAW. Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda, ”barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah ia menghampiri (mendekati) tempat sholat kami”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Hal tersebut menekankan bahwa ibadah Qurban tidak hanya sebatas seremonial saja, artinya terdapat banyak hikmah bagi mereka yang melaksanakannya. Ketika individu membeli hewan qurban dengan harga yang relatif mahal, bahkan sampai jutaan, maka tidak ada niat lain dalam hatinya kecuali untuk menyembelihnya dan membagikannya kepada orang lain (kecuali niat untuk menyombongkan diri maka ini menjadi kajian lain). Ibadah ini tentunya melatih keikhlasan dan melatih seseorang untuk tidak cinta dunia. Berbeda dengan sedekah yang mungkin tidak terlalu besar pengorbanan biayanya, namun berqurban membutuhkan uang banyak, bahkan beberapa orang sampai menabung untuk membeli hewan qurban. Setelah membelinya, tidak lain dia hanya ingin membagikannya kepada orang lain.
Perilaku ini tentunya merupakan sebuah latihan jiwa (latihan ikhlas) yang cukup berat, dan tentunya semakin berat latihan semakin terbentuk pula jiwa yang lebih baik dan lebih ikhlas, hal tersebutlah menjadi hikmah utama dalam ibadah qurban. Ketika daging kurban telah  diberikan kepada orang lain, apa yang kita lihat? Apa yang kita rasakan? tentunya kita akan melihat kesenangan, senyuman, dan kebahagiaan dari si mustahiq. Tahukah bahwa ini akan berefek psikologis bagi pemberi dan penerima? Tentunya, bagi si penerima dia akan merasa bahagia, merasa dipedulikan, dan merasa diperhatikan. Tentunya ini akan berefek pada kesehatan mental mereka. Kalau saja kebiasaan saling memberi ini sudah menjadi tradisi setiap waktu, tentunya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang sehat mental.
Dampak dari kesehatan mental, secara langsung berhubungan dengan keterikatan batin antara si kaya dan si miskin, sehingga dapat mempererat tali silaturahim diantara mereka. Ada salah satu yang menarik dari syari’at qurban. Ternyata daging kurban tidak hanya ditujukan pada orang golongan tertentu saja, artinya dalam ibadah qurban diharapkan seluruh masyarakat dapat merasakan daging kurban, tanpa melihat golongan bahkan agama. Berbeda dengan zakat yang diberikan kepada orang-orang tertentu saja, namun kurban harus diberikan kepada semua orang, baik itu orang miskin, orang kaya, orang muslim, orang non-muslim, dan semua orang boleh diberikan daging kurban.  Syari’at qurban lebih bertujuan sosial dan psikis, syariat qurban bertujuan untuk merekatkan toleransi dan kebersamaan (ukhuwah) dalam masyarakat, menjalin kembali jaringan (silaturahim) yang terputus, meningkatkan kepedulian, menumbuhkan rasa dipedulikan, memperbaiki kembali ikatan yang rusak karena konflik dan sebagainya.
Kesimpulan akhir yang barang kali menjadi hikmah berqurban adalah membersihkan jiwa dari segala kesombongan dan keangkuhan. Sebenarnya dengan penyembelihan hewan-hewan ternak, berarti menyembelih segala sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia, seperti mau menang sendiri, sombong, tabarruj, dan zalim sehingga dengan adanya ibadah tersebut,  manusia senantiasa bisa membersihkan jiwanya. Allah SWT selalu memberikan hikmah di balik perintahnya. Berqurban adalah ibadah yang bisa menghasilkan pembentukan kepribadian di dalam diri manusia, seandainya sikap ini dimiliki oleh umat islam, Subhanallah, umat islam akan maju dalam segalanya. Dengan semangat ini, bentuk-bentuk kejahatan akan bisa diminimalisir bahkan dihilangkan di bumi pertiwi ini. Qurban menjadi kebiasaan yang melegakan, bahkan membuat hati menjadi tentram, dan bukan menjadi beban dan keterpaksaan. Qurban dapat diibaratkan sebagai metode untuk ”menyambung kembali” keikhlasan, dan silahturahim dalam masyarakat, oleh sebab itu jagalah ia selalu dengan berqurban.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar