RSS

Pengaruh Minat Baca Terhadap Prestasi Mahasiswa


Oleh:    Chandra Perwira Negara*

ABSTRAK
Pendidikan adalah sebuah proses sadar dan sengaja untuk menutupi defisit manusia, dan salah satu proses tersebut adalah membaca. Membaca membuat orang yang bersekolah tidak ada artinya bagi masyarakat tanpa sekolah namun rajin membaca.
Kata Kunci: Mahasiswa, membaca.

A.     PENDAHULUAN
Mahasiswa sebagai agent of change memiliki kekuatan baru bagi bangsa ini. Ide, gagasan dan pemikirannya dapat merubah kondisi krisis kepemimpinan. Bahkan gerakannya mampu menggulingkan rezim orde baru tahun 1998.  Mahasiswa memiliki kapabilitas yang mencolok jika dikembangkan dengan baik dan rapi, juga didukung dengan lingkungan yang memadai. Menjadi mahasiswa dan tamat dari perguruan tinggi sering kali menjadi idaman dari banyak remaja dan orang tua mereka. Di antara orang-orang dewasa pun, bahkan mereka yang sudah bekerja, banyak yang berkeinginan untuk memasuki perguruan tinggi. Dengan memasuki perguruan tinggi berbagai nilai tambah akan diperoleh. Perguruan tinggi dianggap sebagai sumber yang dapat meninggkatkan harkat dan martabat pribadi serta kehidupan diri dan keluarga.[1]
Apabila sampai dengan tingkat SMA kegiatan belajar dahulu banyak diarahkan oleh guru, sekarang mahasiswa dituntut untuk belajar mandiri. Dosen- dosen tidak lagi mengarahkan dan menunjukan secara langsung mahasiswa bagaimana harus belajar, bagaimana membaca buku, bagaimana meringkas dan mencatat pelajaran, bagaimana mengerjakan pekerjaan rumah (PR), bagaimana mengerjakan soal- soal ulangan dan ujian, dan sebagainya. Hal itu semua dianggap telah dikuasai dan telah menjadi kebiasaan mahasiswa. Hal itu semua telah diperoleh melalui pendidikan sekolah sebelumnya. Mahasiswa harus memahami bahwa hal-hal itulah yang selayaknya menjadi kebiasaan belajar di perguruan tinggi.  
Jika melihat sejarah tahun 1908 Budi Utomo sebagai tonggak awal kebangkitan bangsa menjadi icon bangkitnya peradaban baru. Kemampuan dan karakter mental yang kuat adalah  modal utama untuk menciptakan peradaban. Kemampuan itu bukan saja dalam aspek intelektual, melainkan meliputi emosional dan spiritual. Untuk menunjang itu semua, mahasiswa harus mempunyai tujuan dan target yang jelas. Pepatah mengatakan, untuk menguasai dunia maka mulailah membaca. Hal ini mengisyaratkan  bahwa tidak ada di dunia  ini yang patut disebut “bodoh”. Bagaimana dengan orang yang kualitas pengetahuannya rendah, apakah ia termasuk orang yang bodoh? Jawabannya tentulah tidak, ia hanya patut disebut orang yang malas, terutama malas membaca.
Membaca adalah sesuatu yang memerdekakan, membebaskan, dan memungkinkan seseorang terbang dalam imajinasi ketempat-tempat yang mungkin tak bisa ia kunjungi seumur hidupnya, dan memungkinkan  berkenalan dengan manusia biasa dan luar biasa dari semua generasi tanpa secara langsung harus berjabat tangan. Seseorang disambungkan dengan realitas-realitas masa lampau dengan membaca, tetapi juga dimampukan untuk mengarungi lautan agar kemungkinan menuju masa depan. Membaca memungkinkan yang muda bisa tiba pada tepian-tepian misteri semesta untuk memahami cosmos, lebih daripada yang tua — yang lebih tua tidak selalu lebih tahu bila tak pernah membaca.[2]
Membaca membuat orang yang bersekolah tidak ada artinya bagi masyarakat tanpa sekolah namun rajin membaca. Bukanlah lebih baik tanpa sekolah namun terus membaca dari pada sekolah tapi miskin membaca? Seperti pernyataan Margaret Mead: “Nenek ingin aku memperoleh pendidikan, karenanya ia melarangku sekolah” Karena, membaca bukan monopoli sekolah. Ingin belajar sistimatis? Beli saja buku cara belajar sistimatis – terlalu banyak di toko buku? Bukankah dari banyak pengalaman di daerah dan negara lainnya, ada keberhasilan dalam metode PAR—Participatory Action Recearch, dimana petani sanggup melakukan penelitian sendiri.
Gleen Dooman, (1991:19)[3] dalam bukunya How to Teach Your Baby to Read menyatakan bahwa membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup, bahwa semua proses belajar di dasarkan pada kemampuan membaca. Seperti halnya telah diamanatkan dalam UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab XIII pasal 48 yang berisi “Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat”. Oleh sebab itu, masyarakat dan bangsa harus merubah pola perilaku budaya instan menjadi literer. Tilaar (1999) menyatakan bahwa untuk mengubah perilaku masyarakat gemar membaca membutuhkan suatu perubahan budaya atau tingkah laku masyarakat, dan itupun membutuhkan proses dan waktu panjang sekitar satu atau dua generasi (15-25 tahun) tergantung dari “political will” pemerintah dan masyarakat.[4] Sesungguhnya orang Indonesia bukannya tidak bisa membaca melainkan tidak biasa membaca.
 Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2003-2006 dapat dijadikan gambaran bagaimana minat baca bangsa Indonesia. Data itu menggambarkan bahwa penduduk Indonesia berumur di atas 15 tahun (Siswa- Mahasiswa) yang membaca untuk mendapatkan informasi baru hanya 23,5 persen dari total penduduk. Sedangkan, dengan menonton televisi sebanyak 85,9 persen dan mendengarkan radio sebesar 40,3 persen.[5] Jika dilihat dari data diatas, lalu bagaimana dengan kualitas Indonesia yang akan datang? Dewasa ini, kondisi mahasiswa juga ikut memprihatinkan, membaca tidak menjadi prioritas mereka, padahal dengan membaca akan mempengaruhi pola pemikiran, cakupan kegiatan belajar di perguruan tinggi lebih luas dan lebih dalam dibanding belajar di sekolah sebelumnya.
Mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan kegiatan belajarnya ke berbagai arah, melalui berbagai cara atau strategi dan berbagai sumber atau media. Kegiatan belajar tunggal yang dilakukan melalui hadir di ruang kelas (ruang kuliah) untuk mendengarkan bahan-bahan yang akan dihafalkan semata, sama sekali tidak memadai, dan tidak sesuai atau bahkan mencederai upaya belajar di perguruan tinggi. Mereka yang masih mempratikkan kegiatan belajar tunggal itu menandakan bahwa dirinya belum matang untuk belajar di perguruan tinggi, belum memiliki kemandirian belajar dan belum mampu merencanakan kegiatan belajarnya. Mahasiswa yang berada dalam kondisi seperti itu sangat dikhawatirkan rawan terhadap berbagai permasalahan dalam menjalani studinya.
Berbagai bidang studi yang ada di perguruan tinggi terdapat dalam Sistem Kredit Semester (SKS), system ini menempatkan mahasiswa untuk aktif membaca, dan menggunakan multi strategi dalam kegiatan belajarnya. Sistem ini telah ditetapkan sejak tahun 1979 melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0124/U/1979, dan kemudian peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1990. dalam ayat 1 pasal 99 PP 30 itu, disebutkan bahwa ”administrasi akademi pendidikan tinggi diselenggarakan dengan menerapkan sistem kredit semester”. Pada teorinya, jika mahasiswa mengambil 3 SKS untuk satu mata kuliah, maka waktu yang diperlukan adalah 150 menit untuk kuliah tatap muka, 150 menit tugas terstruktur, dan 150 menitnya lagi untuk tugas mandiri (membaca sebanyak mungkin). Sehingga totalitas seluruhnya mencapai 52 jam untuk setiap minggunya.
Jika waktu 150 menit tidak digunakan untuk membaca per harinya, maka sangat banyaklah ilmu pengetahuan yang akan hilang. Anggaplah bahwa per harinya dapat memahami 20  halaman untuk satu buku, maka 20 halaman inilah yang akan hilang jika tidak dibaca. Lalu bagaimana hitungan per bulan dan per tahunnya? Jika hal ini dianggap ancaman serius bagi mahasiswa, maka waktu yang digunakan untuk membaca akan berpengaruh terhadap prestasinya.
Berdasarkan hal yang tertera di atas, maka pertanyaan dari tulisan ini adalah sebagai berikut:  (1). Apa manfaat dan hambatan membaca  pada mahasiswa? (2). Apa faktor yang mempengaruhi prestasi mahasiswa? (3). Bagaimana menumbuhkan kesadaran membaca pada mahasiswa?
B.     PEMBAHASAN
Mahasiswa ideal? Mana ada yang ideal di dunia ini. Itulah kira-kira celoteh banyak mahasiswa ketika ditanya tentang mahasiswa ideal. Sungguh sebuah jawaban yang terlalu pesimistis. Hal ini menunjukkan mentalitas generasi muda dewasa ini. Generasi yang terlanjur trauma dengan beratnya jejak-jejak penjajahan kolonial, perekonomian yang kian memburuk dan krisis keteladanan dari generasi tua. Idealis adalah predikat mahasiswa seharusnya. Menjadi ideal adalah sebuah pengharapan yang dibaringi tindakan. Menjadi ideal menuju kesempurnaan adalah proses panjang yang harus dilewati, dan diwujudkan. Terus berusaha, tanpa kenal kata henti adalah menjadi kata kuncinya.
Kalau pepatah mengatakan, “No body perfect in the world”. Itu benar adanya, karena memang sudah menjadi fitrah bahwa manusia itu ada pada kelemahan atau kekhilafan. Namun hal itu bukanlah berarti pasrah begitu saja, stop action? No. Sebuah hal yang ideal, untuk mencapainya butuh proses yang panjang, yang tak kenal lelah, yang terus melaju-fokus pada hasil akhir. Proses adalah segala-galanya bukan hasil. Proseslah yang menjadi parameter kesuksesan hakiki bagi seorang yang mengaku idealis. Keidealismean mahasiswa sangat tergantung pada pengetahuan yang dimilikinya, pengetahuan itu bukan saja dari pengalaman belaka, namun secara praktisnya dapat dimiliki melalui literature-literature. Dan membaca adalah tahap awal untuk memulainya.[6]
B.1. Manfaat dan Hambatan Membaca pada Mahasiswa
            Membaca merupakan salah satu keterampilan yang dimiliki oleh manusia, dengan membaca mampu membuka pintu dunia tidak lagi jendela dunia, membaca memiliki peranan yang sangat penting, karena membaca merupakan salah satu ciri manusia yang maju, semakin banyak manusia membaca maka semakin maju pula pola pikirnya. Namun sering kali seseorang hanya diajari bagaimana membaca dengan baik, dengan cepat dan sebagainya, namun sangat jarang dan bahkan tidak pernah diajari bagaimana keampuhan membaca. Dalam proses membaca terjadi proses internalisasi pikiran-pikiran orang lain menuju dan mempengaruhi pola pikir pembaca, maka dengan demikian membaca memiliki dampak bagi diri seseorang, apalagi ia adalah “Unit Intelektual” yakni mahasiswa. Manfaat membaca pada anak khususnya mahasiswa adalah sebagai berikut.[7]
a.       Mahasiswa atau anak yang gemar membaca akan mempunyai rasa kebebasan yang lebih tinggi. Mereka akan bericara, menulis, dan memahami gagasan-gagasan rumit secara lebih baik.
b.      Membaca akan memberikan wawasan yang lebih luas keberagamannya, yang membuat belajar dalam segala hal lebih mudah. Seseorang yang hanya membaca buku-buku fiksi pun akan mengerti tentang fakta-fakta yang ada dalam sejara, geografi, politik, dan ilmu pengetauan lainnya.
c.       Membaca akan memberikan keterampilan bahasa untuk menjadi unggul dalam setiap bidang yang memerlukan banyak membaca – seperti dalam tingkatan kemampuan memahami bahasa yang sulit, bahasa asing, sejarah, atau sains.
d.      Kemampuan istimewa membaca kemungkinan dapat mengatasi rasa tidak percaya diri anak/ mahasiswa terhadap kemampuan akademik mereka karena mereka akan mampu menyelesaikan pekerjaan sekolah mereka dengan menyediakan sedikit waktu dan energi emosional, sebaliknya, anak- anak/ mahasiswa yang tidak suka membaca akan mudah mengalami krisis kepribadian.
e.       Kegemaran membaca akan memberikan beragam perspektif dan mampu mengembangkan pola berfikir kreatif kepada mahasiswa. Setelah melihat kehidupan digambarkan melalui pandangan bermacam-macam penulis, mereka memahami ada berbagai cara untuk memandang berbagai situasi dan ada berbagai sisi untuk melihat  masalah.
f.        Membaca dapat membantu untuk memiliki rasa kasih sayang. Hakikat kasih sayang adalah kemampuan untuk memahami pandangan orang lain. Membaca menjadi sarana untuk membawa seseorang ke dalam ribuan pola kehidupan yang berbeda, membuat mereka memahami kehidupan ini dengan segala komplesitasnya.
Proses internalisasi dari membaca akan langsung diolah oleh otak dan baik secara psikologis maupun secara pemikirnya, proses internalisasi bacaan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut terbagi dua, yaitu faktor penghambat membaca dan faktor pendukung membaca. Faktor penghambat ialah segala sesuatu yang menjadikan proses internalisasi bacaan menuju pikiran terjadi hambatan. Sedangkan faktor pendukung adalah faktor-faktor yang menjadikan proses internalisasi bacaan terjadi secara lancar. Tentunya faktor penghambat dan pendukung tersebut sangat di pengaruhi oleh kemampuan membaca seorang mahasiswa, semakin bagus kemampuan membacanya, maka dapat dikatan ia mempunyai faktor pendukung lebih banyak, sedangkan yang memiliki kemampuan membaca kurang, maka jelas mahasiswa tersebut memiliki faktor penghambat lebih dominan di dalam dirinya. Faktor pendukung dan penghambat membaca sebenanrnya hanya berasal dari dua lingkungan, yaitu intern pembaca dan ekstern pembaca.[8]
Faktor Intern merupakan segala sesuatu yang berasal dari dalam diri manusia yang menghambat dan mendukung proses keterampilan membaca, baik secara biologis maupun psikologis yang meliputi Kompetensi bahasa, yang merupakan faktor awal yang menentukan kemapuan membaca seorang mahasiswa, kompetensi bahasa merupakan kemampuan standar yang dimiliki bahasa dan mahasiswa harus menguasainya, saat ia tidak memiliki kompetensi bahasa maka akan sulit untuk mengembangkan proses keterampilan membaca pada dirinya. Minat mahasiswa dalam membaca, merupakan faktor intern ( dalam diri anak ) yang mampu mendasari untuk membaca, dengan sedikit minat, maka jelas nantinya kemampuan mahasiswa dalam membaca akan kurang, sedangkan mahasiswa yang memiliki minat yang banyak maka akan jauh lebih pada yang kurang memiliki minat dalam membaca, namun minat ini mampu dikembangkan dengan memberikan bacaan-bacaan yang menarik.
Dalam proses membaca, pengguanaan indra mata sangatlah dominan berperan yang nantinya akan diproses oleh otak. Dengan demikian kemampuan indra yang terbatas seringkali menjadikan hambatan tersendiri. Dan kemampuan untuk menetralkan kelelahan tersebut merupakan faktor dalam diri manusia dan hanya ia yang mampu mengatasi permasalahan tersebut. Membaca juga merupakan perbaduan indera dan otak, mata melihat bentuk huruf dan kadang mulut menyebutnya susunan lambang huruf tersubut, dan otak mencerna dari apa yang dilihat dan di ucapkan, dengan demikian sangat dimungkinakan terjadi kehilangan konsentrasi dalam proses membaca. Konsentrasi ini sangat di pengaruhi oleh internal mahasiswa itu sendiri dan juga di luar lingkungannya.[9] Selain aspek yang di atas, motivasi juga merupakan hal yang mendasar dalam pembentukan karakter membaca.
Motivasi adalah segala sesuatu yang mampu menggerakan orang untuk berbuat lebih baik, motivasi terjadi dari dua arah baik dalam diri ataupun dari luar, dari dalam diri mahasiswa itu biasanya mengacu dengan mengapa ia membaca? Untuk apa ia membaca? Dan apa tujuan ia membaca? Dengan kalimat pernyataan itu mampu menambahkan semangat mahasiswa untuk rajin membaca.[10] Faktor yang kedua yakni faktor ekstern yang merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri manusia yang menghambat dan mendukung proses keterampilan membaca pada dirinya, dan lebih mengacu dimana lingkungan ia hidup. Salah satu tujuan membaca adalah untuk mencari dan memperoleh informasi dari sumber bacaan.
Bacaan mengandung berbagai macam informasi, baik yang dibutuhkan maupun yang tidak dibutuhkan, namun karena obsesi yang terlalu besar untuk memperoleh informasi yang berada dalam bacaan, mahasiswa sering terlalu banyak memperhatikan butir-butir informasi yang ia temukan, padahal hal demikian akan menyebabkan kelelahan otak serta kebingungan dalam pengambilan informasi. Hal ini merupakan faktor penghambat dari proses keterampilan membaca. Salah satu hal yang penting adalah membaca dan menemukan info yang  dianggap penting saja, tanpa terlalu memperhatikan informasi- informasi lain yang tidak mendukung dari tujuan.
Membaca cepat merupakan salah satu keterampilan dalam membaca, dengan membaca cepat akan merangsang seseorang untuk berpikir lebih cepat, dengan berpikir lebih cepat maka mata akan dapat berlaku cepat dalam menelaah sebuah bacaan. Namun kadang membaca dilakukan terlalu cepat karena keinginan untuk cepat menyelesaikan bacaan. Membaca cepat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan membaca. Seringkali terlalunya cepat  dalam membaca mengakibatkan  kesulitan untuk menemukan gagasan-gagasan pokok yang ada dalam sumber bacaan. Maka membaca cepat beda dengan membaca terlalu cepat, membaca cepat untuk meningkatkan keterampilan membaca namun membaca terlalu cepat akan menghasilkan kebingungan untuk mencari ide pokok atau gagasan yang ada di dalam bacaan.
Salah satu hal yang akan  ditemukan saat melakukan proses membaca adalah topik, namun kadang kala keterlampauan fokus atau hanya memikirkan dalam topik tersebut saja, padahal dalam sebuah bacaan pasti terdapat berbagai macam topik, saat mahasiswa hanya terfokus pada satu topik saja maka pandangannya tidak akan berkembang, padahal tujuan dari membaca adalah mencari informasi, informasi erat hubungannya dengan hal yang ingin diketahui, walaupun dalam proses internalisasinya ada beberapa aspek yang tidak  dibutuhkan, namun masuk menuju pikiran. Maka pandangan yang terlalu kuat terhadap satu topik mampu melemahkan khasanah bacaan. Namun dilihat dari segi positif dengan focus sebuah topik, maka akan memiliki keahlian dalam bidang atau topik tersebut secara mendalam.
Membaca[11] erat hubungannya dengan sintaksis[12], dengan bentuk kata yang mudah dipahami maka jelas proses membaca yang  dilakukan akan berlangsung dengan lancar, namun jika sintaksis dalam bacaan tersebut sulit untuk dipahami maka akan menguras otak dan waktu untuk memikirakan apa arti dari kata atau kalimat tersebut, dan efek dari ruwetnya sintaksis dalam bacaan merupakan faktor penghambat keterampilan membaca. Keterampilan membaca bukan bearti keragaman metode dalam proses membacanya, seperti membaca mundur. Membaca mundur merupakan cara membaca kata atau bacaan dengan menggabungkan kata di depannya menjadi gabungan kata di depanya, contohnya ”Jika Kamu makan” mungkin jika pada anak yang baru belajar membaca akan keluar sebuah kalimat ”Jikaka muma kan”. Maka kebiasaan membaca mundur karena terbata-bata saat masih kecil harus dikurangi dengan cara memberikan jeda jeda pada setiap kata, karena kebiasaan ini akan mengakibatkan kurang pekaan anak untuk mengartikan sebuah kata atau kalimat.
Sedangkan membaca bersuara sering kali menjadikan konsentrasi seseorang buyar, karena dengan membaca bersuara terjadi kerja ganda alat indra, mata untuk melihat dan mulut untuk bersuara dan jelas saat terjadi kerja ganda pada alat indra otak pun akan bekerja ganda untuk membagi rangsangan mata dan mulut, dan konsentrasi untuk membaca akan berkurang. Dengan membaca bersuara juga sering kali mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam menentukan ide atau gagasan pokok dalam suatu bacaan. Kemampuan membaca sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya kosakata yang  dikuasai, semakin sedikit kosa kata yang dikuasai jelas itu akan menghambat proses keterampilan membaca, karena saat kita menemukan kosa kata yang tidak diketahui maka akan berkerut dahi memikirkan apakah arti dari bacaan tersebut. Maka dengan demikian kosa kata yang dimiliki harus terus bertambah. Salah satu caranya adalah dengan rajin membaca.
Lingkungan sebagai area atau tempat membaca merupakan faktor yang sangat penting dalam proses mengembangkan keterampilan membaca, lingkungan yang paling dini adalah lingkungan keluarga, karena di dalam keluarga ini seseorang diajari untuk pertama kalinya membaca, jika lingkungan keluarganya adalah lingkungan yang rajin membaca maka kemungkinan besar seseorang akan rajin membaca pula, namun sebaliknya jika lingkungan keluarga adalah lingkungan malas membaca maka seseorang akan ikut malas membaca pula. Lingkungan masyarakat juga ikut mendukung, dengan adanya sarana dan prasarana untuk membaca menjadikan proses keterampilan membaca menjadi semakin baik, entah dengan adanya perpustakaan atau yang lainnya. Dukungan lingkungan yang tenang dan manusia yang rajin membaca akan memunculkan motivasi bagi anak terutama mahasiswa untuk selalu membaca.
B.2. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Mahasiswa
Kehidupan di kampus merupakan sebuah pengalaman baru bagi mahasiswa pada saat mereka diterima di perguruan tinggi. Pengalaman itu sering bernilai baik ataupun buruk, kata ”Baik” hanya diucapkan bagi mahasiswa yang dapat mengerjakan tugas dan kewajiban dengan baik dan terjadwal. Sedangkan ”Buruk” hanya berlaku pada mereka yang membiarkan waktu terus berlalu tanpa  memanfaatkannya. Perbedaan prinsip ini akan selalu ada di dunia perkuliahan, hanya saja bagaimana seorang mahasiswa dapat menyikapinya. Untuk memulai orientasi baik, mahasiswa tentu memerlukan persiapan. Persiapan yang baik sangat menunjang keberhasilan dalam menyesuaikan diri dan kesuksesan di perguruan tinggi. Kesuksesan tidak hanya dilihat dari nilai yang telah dicapai, berdasarkan penelitian Dr. Philip B. Price,[13] yang mengatakan bahwa ”hampir tidak terdapat hubungan antara nilai yang dicapai dengan kompetensi dan keberhasilan saat terjun kemasyarakat”.[14] Keberhasilan dalam prestasi mahasiswa, pada umumnya banyak faktor yang mempengarui, tetapi semua faktor itu dirangkum dalam 3 bahasan.
Kecerdasan, bakat, dan motivasi merupakan rangkuman pertama yang penting dalam mempengaruhi keberhasilan studi (prestasi). Kecerdasan dan bakat adalah aspek dalam kompetensi untuk merebutkan sesuatu yang berharga, sedangkan motivasi merupakan kemauan belajar yang sesungguhnya lebih penting dari pada segala cara belajar efektif. Nyatanya, kemauan belajar tidak sama pada mahasiswa. Sebagian barangkali sudah berkemauan keras, sementara yang lain memerlukan usaha ekstra untuk memaksa dirinya belajar. Bahkan, sebagian malahan berusaha mengindarinya.
 Rangkuman kedua yakni disiplin, Dr. Scott Peck[15] menjelaskan bahwa disiplin adalah seperangkat alat dasar yang diperlukan untuk memecahkan segala masalah dalam hidup, tentu termasuk ketika di kampus. Ada empat teknik yang diperlukan yakni: menunda kesenangan, menerima tanggung jawab, berdedikasi kepada kebenaran, dan memelihara keseimbangan. Melaksanakan prinsip penundaan kesenangan bearti mengerjakan yang tersulit dulu baru yang gampang.
Menerima tanggung jawab bearti tidak suka mencari kambing hitam, segala masalah yang dihadapi diterima sebagai masalah diri sendiri. Berdedikasi kepada kebenaran, bearti menerima kebenaran itu betapapun tidak disukainya karena kebenaran adalah realitas. Yang terakhir memelihara keseimbangan, yang artinya mahasiswa mempunyai keseimbangan antara belajar dan beristirahat, bekerja dan bermain.[16] Berhasilnya pendidikan Universitas khususnya mahasiswa, sebagian besar tergantung dari kemampuan membaca.[17] inilah yang menjadi rangkuman terakhir dari faktor yang mempengarui prestasi mahasiswa.
Usaha untuk mempertinggi kecepatan membaca dan menangkap isi bacaan adalah banyak sekali, tetapi semua tergantung pada usaha keras mahasiswa. Mahasiswa yang berprestasi, pada umumnya memiliki intensitas membaca yang baik. Bacaan-bacaan yang dikuasai juga bervariasi, selain buku pelajaran, buku-buku seperti komik, novel, koran, dan majalah tidak ketinggalan juga. Riset yang menyatakan bahwa membaca adalah dasar utama membentuk peradaban memang ada benarnya. Potensi mahasiswa yang aktif membaca dapat berkontribusi dalam pembangunan suatu negeri.
 Mahasiswa yang aktif membaca mempunyai alokasi waktu yang terjadwal, sehingga hal ini berpengaruh langsung kepada hasil belajarnya. Jadwal yang terencana meliputi waktu untuk masing- masing matakuliah dan waktu sebelum dan sesudah mengikuti suatu kuliah. Sehingga setiap waktu disibukan dengan membaca dan memahami materi yang ada. Kriteria mahasiswa di atas mempunyai prinsip bahwa membaca sebagai kebiasaan. Mahasiswa yang aktif membaca mempunyai pengetahuan luas dan konsep serta ide yang kaya. Dan ini merupakan latar belakang yang akan mempengaruhi prestasi dan penerimaan bacaan selanjutnya.  
B.3. Menumbuhkan Kesadaran Membaca pada Mahasiswa
The International Association for Evaluation of Education (IEA): 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca yang dilakukan pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa kemampuan atau minat baca anak Indonesia menduduki urutan yang ke 29. Menurut DR. Jiyono, MA bahwa: " Dari seluruh butir soal yang diberikan kepada kaum pelajar ternyata hanya 36,1% yang dapat dikerjakan dengan benar ". Berarti 69,9 % yang dikerjakan adalah salah, menunjukkan bahwa prosentase minat baca anak Indonesia benar-benar amat rendah.[18]
Minat baca adalah kekuatan yang mendorong untuk memperhatikan, merasa tertarik dan senang terhadap aktivitas membaca sehingga mereka mau melakukan aktivitas membaca dengan kemauan sendiri. Aspek minat baca meliputi kesenangan membaca, frekuensi membaca dan kesadaran akan manfaat membaca. Majunya sebuah bangsa tidak pernah lepas dari kegiatan belajar-mengajar yang berhasil. Belajar sendiri sangat identik dengan membaca. Membaca apa saja, mulai dari bahan hasil print media cetak ataupun media elektronik. Buku adalah satu dari beberapa jenis media yang banyak memberikan ilmu pengetahuan. Jenis buku itu sendiri dapat bermacam-macam, mulai dari buku pelajaran sampi buku cerita/novel.
Selain buku, masih banyak lagi media lainnya yang bisa membagi informasi, ilmu pengetahuan dan wawasan. Contohnya adalah Koran, majalah, tabloid, dan yang paling canggih karena menggunakan media elektronik adalah internet. Namun, ternyata peminat bacaan kedua jenis media di atas adalah sangat rendah. Hal ini dapat dilihat di perpustakaan, ada waktu ramai dan senggang dikunjungi orang. Pada waktu ramai misalnya, siswa/ mahasiswa akan berdatangan ke perpustakaan untuk membuat PR atau tugas, mencari bahan kuliah,atau mencari referensi. Itu semua adalah tuntutan sebagai salah satu kewajiban yang harus dipikul oleh seorang pelajar. Tapi, di luar itu apakah mereka akan membaca lagi? Jawabannya adalah “belum tentu”.
Rendahnya motivasi membaca ini juga diungkapkan oleh James Moffet[19] bahwa persoalan-persoalan membaca disebabkan oleh rendahnya motivasi siswa untuk membaca. Mengapa minat baca mahasiswa dikatakan rendah? Ada banyak hal yang dikatakan oleh Arixs yang menjadi penyebab rendahnya minat baca pada mahasiswa, yaitu:
a.       Sistem pembelajaran yang belum membuat anak-anak/ siswa/ mahasiswa harus membaca buku, mencari informasi atau pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan, mengapresiasi karya-karya ilmiah, sastra, dan lain-lain.
b.      Banyaknya tempat hiburan dan jenis hiburan, permainan, dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian mereka dari menbaca buku.
c.       Budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang terdahulu. Budaya tutur masih dominan daripada budaya membaca.
d.      Sarana untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan, masih merupakan barang aneh dan langka.
e.       Tidak meratanya penyebaran bahan bacaan di berbagai lapisan masyarakat.
f.        Dorongan membaca tidak ditumbuhkan dalam jenjang pendidikan praperguruan tinggi.
g.       Belum adanya lembaga yang secara formal khusus menangani minat baca. Sehingga program minat baca hanya dilakukan secara sporadis oleh LSM, organisasi pecinta buku, organisasi penerbit, dan lainnya, yang tidak bisa berkoordinasi walaupun potensi sumber daya ada tetapi belum merupakan kekuatan sinergis yang efektif untuk menumbuhkan minat baca masyarakat Indonesia.
h.       Minimnya koleksi di perpustakaan serta kondisi perpustakaan yang tidak kondusif bagi tumbuhnya minat baca pengunjung yang memanfaatkan jasa perpustakaan. Duta baca nasional 2006, Tantowi Yahya mengatakan ”Masyarakat tidak bisa disalahkan karena rendahnya minat baca, jika kondisi perpustakaan tidak mendukung dan jumlah koleksi buku juga terbatas.
Kurangnya minat baca pada mahasiswa pada umumnya dapat dibuktikan dari jumlah buku yang terbit di Indonesia. Jumlahnya hanya mencapai 5000-10.000 judul buku per tahun. Angka tersebut sangat kecil kalau dibandingkan dengan Malaysia yang menerbitkan 15.000 judul buku per tahun, dan Inggris lebih dari 100.000 judul per tahun. Dan juga dari berbagai sumber informasi yang dapat dipercaya, menunjukkan ada indikasi bahwa minat baca masyarakat masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih banyak tertarik dan memilih untuk menonton TV (85,9%) dan atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%).[20]
Berbagai rujukan di atas memberikan suatu hipotesis bahwa minat baca mahasiswa rendah. Sementara itu, infrastruktur yang mengkondisikan agar minat baca tumbuh dan berkembang. Maka, perlu upaya-upaya yang dilakukan agar minat baca dapat tumbuh sejak anak usia sekolah atau bahkan sejak dini. Proses pembelajaran di kampus harus dapat mengarahkan kepada peserta didik untuk rajin membaca buku dengan memanfaatkan literatur yang ada di perpustakaan atau sumber belajar lainnya. Disinilah peran dosen sebagai pendidik dan pengajar memberikan motivasi melalui pembelajaran mata pelajaran yang relevan memberi tugas kepada peserta didiknya. Menekan harga buku bacaan maupun buku pelajaran adalah upaya yang mendukung mahasiswa untuk selalu aktif membeli, karena hal ini demi kemudahannya dalam memenuhi buku- buku wajib yang disarankan oleh dosen.
Buku bacaan sebaiknya dikemas dengan gambar-gambar yang menarik. Bahkan seorang penulis Henny Supolo Sitepu mengemukakan bahwa komik adalah salah satu bentuk bacaan yang bisa menjadi salah satu “pintu masuk” untuk kesenangan anak membaca. Pesan yang disampaikan mudah dicerna anak. Komik, semisal Tintin, dari gambar tokohnya sudah bisa “berbicara” dan bikin tertawa. Bahkan anak yang belum bisa baca-tulis pun akan menangkap ceritanya. Keterlibatan penerbit dan lainnya seperti LSM, perpustakaan, masyarakat pecinta buku, dan Depdiknas, adalah penggerak masyarakat dalam menciptakan budaya membaca yang baik. Dengan mewajibkan pelajar dan mahasiswa untuk berkunjung pada pameran buku, maka secara otomatis ketertarikan dan kesadaran mereka akan bertambah mengenai pentingnya membaca buku.
Kebijakan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah membentuk forum-forum diskusi dan melakukan kegiatan bedah buku yang tujuan utamanya adalah menumbuhkan dan meningkatkan minat baca para mahasiswa sekaligus sebagai dasar membuat tulisan karena dalam forum ini mahasiswa akan meresensi buku yang disediakan pihak kampus. Kesemua aspek ini, tidak berjalan dengan baik jika tidak ada lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya minat baca mahasiswa, baik di rumah maupun di sekolah.
C.     PENUTUP
Berdasarkan pemaparan tentang pengaruh minat baca terhadap prestasi mahasiswa, dapatlah disimpulkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa relatif rendah. Mereka lebih senang mencari hiburan pada acara di TV, warnet, mall, play station atau tempat hiburan lainnya dibanding membaca buku di perpustakaan. Minimnya koleksi di perpustakaan serta kondisi perpustakaan yang tidak kondusif merupakan penyebab kemandekan  tumbuhnya minat baca mahasiswa.
Hal yang mendasar pada prestasi mahasiswa adalah intensitas membacanya, karena semua pengetahuan dan kajian pada umumnya berasal dari buku. Intensitas membaca akan berkembang dengan adanya kerja sama Universitas dan dosen dalam membudayakan mahasiswa untuk menggunakan perpustakaan sebagai salah satu sumber belajar. Sehingga mahasiswa mempunyai apresiasinya terhadap karya sastra maupun buku serta karya tulis lainnya. 

D. SUMBER RUJUKAN
Prayitno. 2007. Pengembangan Potensi Mahasiswa. Padang: UNP Press.
Lassa, Jonatan. 2003. Menuju Kampus Sebagai Basis Masyarakat Membaca. Makalah
               disajikan dalam seminar mahasiswa BEM UPT UNDANA, Kupang, 3 Mei.
http://www.pustaka1987.wordpress.com, diakses 06 Maret 2011.
http://www.bps.go.id, diakses 05 Maret 2011.
Chaniago, Ali Margosim. 2010. “Mahasiswa Ideal”. (Online), (http://mahasiswait.
students-blog.undip.ac.id/mahasiswa-ideal/, diakses 05 Maret 2011).
Leonhardt, Mary. 2000. 99 Cara Menjadikan Anak Anda “Keranjingan” Membaca.
Bandung: Kaifa.
Hastono, Budi. 2010. “Faktor Penunjang dan Penghambat Membaca”. (Online), (http://
budijihad.blogspot.com/ 2010/10/faktor-penunjang-dan-penghambat
membaca.html, diakses 05 Maret 2011).
Ginting, Cipta. 1997. Kiat Belajar di Perguruan Tinggi. Bandung: ITB Bandung.
Gunawan, Adi W. 2005. ”Becoming a Great Teacher”. (Online), (http://www.adiw-
Gunawan.com, diakses 17 April 2011).
Poesporrodjo. 1965. Metodologi Studi di Universitas. Jakarta: Bina Cipta.
Sapoetra, Hardja. 2010. “Minat Baca pada Masyarakat Indonesia”. (Online), (http://www. 
            hardja-sapoetra.co.cc, diakses 19 April 2011).


* Penulis adalah mahasiswa Universitas Negeri Padang Jurusan Sosiologi angkatan 2010 dengan NIM 16232.
1  Prayitno. Pengembangan Potensi Mahasiswa. (Padang, 2007), hal 1.
[2] Jonatan Lassa. Menuju Kampus Sebagai Basis Masyarakat Membaca. Makalah Disajikan Dalam Seminar
  mahasiswa BEM UPT UNDANA.
(Kupang, 3 Mei), hal 7.
[4] Ibid.
[7] Mary Leonhardt. 99 Cara Menjadikan Anak Anda “Keranjingan” Membaca. (Bandung, 2000), hal 27-30.
[9] Cipta Ginting. Kiat Belajar di Perguruan Tinggi. (Bandung, 1997), hal 71-72.
[10] Ibid, hal 4-5.
[11] Membaca disini menganut arti yang dalam dan luas. Kata membaca dimaknai sebagai suatu praktek yang    bukan hanya sekedar pada aspek “read” tetapi sebagai proses “learning”. Termasuk di dalamnya diperluas menjadi sifat kritis, refleksi, dan praktek menulis.
[12] Sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuk kalimat dan berbagai perubahannya.
[13] Pimpinan dari sekelompok profesor University of  Utah, dalam laporan The American Association of      Medical Colleges.
[15] Dr. Scott Peck adalah seorang dokter sekaligus penulis buku The Road Less Traveled (1978) yang  terkenal dengan pengantarnya life is difficult.
[16] Cipta Ginting, Op cit hal 76-78.
[17] Poeporodjo. Metodologi Studi di Universitas. (Jakarta, 1965), hal 28.
[18] http://www.hardja-sapoetra.com.
[19] Seorang spesialis seni bahasa dan co-pengarang buku Student-Centered Language Art K-12.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar