Dewasa ini, menjadi mahasiswa merupakan
dambaan semua orang, baik secara ekonominya tinggi maupun rendah. Apakah
menjadi mahasiswa adalah faktor utama untuk mendapatkan pekerjaan atau tidak,
bukanlah bahasan utama dibenak mahasiswa, yang terpenting adalah citra diri
dalam masyarakat. Mahasiswa dikenal masyarakat sebagai agen perubahan, yang
dapat diharapkan kemudian hari. Perannya pun meliputi hampir segala aspek, yang
menandakan bahwa mahasiswa adalah multi intelegensi.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat
tidak luput dari pergerakan mahasiswa itu sendiri. Tindakan tersebut sebenarnya
berorientasi terhadap ideologi dan nilai- nilai yang dianut, sehingga
mempengaruhi bagaimana pilihan dan tindakannya. Rasional atau tidaknya pilihan
ditentukan oleh bagaimana pandangan mahasiswa terhadap masalah yang
diterimanya. Terkadang pilihan itu sendiri sering dianggap rasional secara
subjektif, asalkan sesuai dengan cara- cara yang telah direncanakan.
Menyinggung
mengenai perubahan, tentu menyinggung juga apa yang disebut dengan sistem nilai
budaya, karena perubahan terjadi salah satunya dilatarbelakangi oleh kondisi
internal kelompok yang bersangkutan. Sistem nilai budaya merupakan prinsip-
prinsip hidup dalam masyarakat yang bernilai dan dianggap berharga serta
menjadi pedoman dalam masyarakat tersebut. Konsep sistem nilai budaya atau cultural value system itu banyak dipakai
dalam ilmu- ilmu sosial, yang terutama memfokuskan kepada kebudayaan dan
masyarakat, dan baru secara sekunder kepada manusia sebagai individu dalam
masyarakat. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimanakah sistem nilai budaya pada
mahasiswa? Menanggapi pertanyaan tersebut, maka perlu terlebih dahulu mengenal
kerangka Kluckhohn mengenai sistem nilai budaya sebagai berikut:
MASALAH DALAM HIDUP
|
ORIENTASI NILAI BUDAYA
|
||
1. Hakikat Masalah Hidup (MH)
|
Hidup
itu buruk
|
Hidup
itu baik
|
Hidup itu
buruk, tetapi manusia wajib berusaha agar menjadi lebih baik
|
2.
Hakikat Karya
(MK)
|
Karya
itu untuk nafkah hidup
|
Karya
itu untuk kedudukan, kehormatan, dan sebagainya (Prestise)
|
Karya
itu untuk menambah karya (Prestasi)
|
3.
Persepsi
manusia tentang waktu (MW)
|
Orientasi
ke masa lalu
|
Orientasi
ke masa sekarang
|
Orientasi
ke masa depan
|
4.
Pandangan
manusia terhasap alam (MA)
|
Manusia
tunduk kepada alam yang dahsyat
|
Manusia
berusaha menjaga keselarasan dengan alam
|
Manusia
berhasrat menguasai alam
|
5.
Hakikat
hubungan antara manusia dengan sesamanya
|
Ketergantungan
kepada sesamanya (bersifat kegotong- royongan)
|
Orientasi
vertikal, rasa ketergantungan kepada tokoh- tokoh atasan dan berpangkat
|
Individualisme
menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri
|
Kerangka Kluckhohn sebenarnya memberikan gambaran mengenai sistem nilai budaya pada tiga kebudayaan, yakni kebudayaan barat, timur, dan selain dari keduanya. Tetapi kerangka tersebut dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada konteks yang berbeda, seperti pada konteks mahasiswa, karena konteks tersebut berupa karakteristik dari masyarakat.
Pertanyaan lain pun muncul, sebagai
mahasiswa, dimanakah letak sistem nilai budaya kita? Apakah selama ini kita
sudah berorientasi dengan baik? Apakah orientasi kita telah dinilai baik bagi
orang lain? Pernahkah kita berpikir bahwa hidup ini adalah senda gurau belaka,
bersenang- senang, masa bodoh atau sebagainya, kalau seperti itu maka sadarilah
bahwa orientasi kita menganggap hidup itu baik. Sisi negatif dari orientasi ini
adalah mahasiswa menjadi pemalas, tidak suka bekerja keras, sehingga untuk
pekerjaan kuliah pun copy paste andalannya.
Ada
juga mahasiswa yang orientasi karyanya untuk kedudukan dan kehormatan, sehingga
kuliah pun disadari sebagai status belaka, pengennya dianggap “orang hebat”
dikampungnya, padahal itu semua hanyalah di atas kertas. Tidak heran kalau
akhir- akhir ini kita menemukan profesor yang plagiat, Rektor yang “bermuka
dua”, dan sebagainya, itu semua karena tidak lain dan tidak bukan hanyalah haus
akan kedudukan, sehingga peningkatan kualitas dianggap sebagai formalitas. Hal
ini tentu dimulai semenjak mereka menjadi mahasiswa.
Atau
pernah kita melihat atau pun kita sendiri yang pelakunya bahwa kegiatan
belajar, berorganisasi, atau bahasa mahasiswanya adalah kupu- kupu (Kuliah- Pustaka,
Kuliah Pustaka), sehingga peningkatan kualitas menjadi prioritasnya, maka
disimpulkan bahwa orientasi sistem nilai budayanya adalah karya itu untuk
menambah karya atau prestasi menjadi tujuannya. Sekilas hal ini bisa menjadi
positif, namun disisi lain dapat menyebabkan seseorang menjadi individualisme
dan intelektualisme yang buruk jika tidak diimbangi dengan sikap yang baik.
Kerangka
Kluckhohn dapat juga dilihat sebagai bentuk “linier ke bawah”, artinya apabila
orientasi mahasiswa mengenai hakikat hidupnya adalah buruk (Lihat tabel), maka
akan mempengaruhi hakikat karyanya yakni untuk nafkah hidup, begitu selanjutnya
orientasi ke masa lalu, tunduk kepada alam, dan bersifat gotong- royong. Namun,
disisi lain kita menilai sistem budaya adalah sesuatu yang dinamis, yang
artinya akan selalu berubah seiring dinamika masyarakat. Sehingga bentuk
“linier ke bawah” tidak mutlak menjadi patokan, tetapi dapat menjadi alat
analisis dalam memahami sistem nilai budaya mahasiswa.